Manusia makin tak mengerti dirinya......ia makin terasing bersama dengan munculnya mesin2 yang merampas waktu2 kita, sehingga hidup terasa lebih singkat......walaupun kita sudah mengurangi jatah tidur kita, kita masih merasa kekurangan waktu saja, waktu seperti sepotong kue yang sudah kita tentukan porsi untuk masing2 kegiatan, dan waktu untuk bercengkraman dengan Tuhan terasa makin berkurang, menatap bintang ketika malam, berjalan kaki dengan menikmati angin malam dan lampu2 yang makin sendu. Merasakan hawa malam dengan keheningan mutlak, tanpa PC,hp,radio atau tv, misalnya. Kemewahan itu kini sudah tak mudah kita jumpai. Atau... memang kita yang makin enggan menemuinya. Entahlah.......
Saat2 kita berfikir tentang segala sesuatu yang sejatinya begitu dekat dengan kita.....Ayah, Ibu, saudara, tetangga, teman, pohon mangga di sebelah kamar kita, jendela kamar kita, tak lagi semenggoda berpikir atau teringat tentang idola, figure, ikon, simbol yang mewakili hasrat-hasrat kita.
Kualitas komunikasi yang makin ditunda. Ia pada akhirnya menjadi semacam komoditas yang bisa diperjual-belikan.......realitas makin dijauhkan, makin gemar terhadap manipulasi imej.Penundaan terhadap yang sebenarnya.Karena penyakit kita adalah haus akan citra, kesan, pujian, nama baik, gengsi dan...(apalagi?)
