Minggu, 11 Oktober 2009

Sering kali kita salah paham atau bahkan terkecoh. Orang pintar kita kira bodoh,orang bodoh kita anggap pintar. Mereka yang tampak selalu riang dianggap tak pernah atau jarang mendapatkan kesusahan. Sementara orang yang selalu tampak murung, sendu, kita kira memiliki banyak penderitaan. Sama juga saat kita membaca tulisan/ sebuah karya dari seseorang.Apakah orang yang memiliki gaya penulisan saarkatis tidak memiliki keramahan sama sekali tau apakah gaya tulisan merupakan cermin dominan dari watak penulisnya?

Atau….apakah orang yang tampak begitu riang dan humoris tidak memiliki sisi kelam, dan tanpa keseriusan yang dalam. Barangkali pribadi itu hanya pelengkap dari kepribadian kita sehari2. Ia yang setiap hari mampu membagi tawa dan lelucon, dengan cara itulah dia mengatasi kegundahan hatinya. Atau ia yang selalu tampak murung dan serius, kadangkala untuk melengkapi humor dan keriangan yang terlalu banyak ia lihat, ia nikmati, ia rasakan namun lenih sering tampak palsu di depan matanya.
Ia yang sering kita lihat tampak begitu dangkal padahal kerena dia terbiasa dengan pembahasan dan pemikiran yang dalam sehingga saat dibutuhkan dalam keseriusan ia tidak kaget, tanang tampak dataran. Mereka yang terlihat amat pintar, terpelajar dan terdidik kadangkala hannya pemolesan “kemasan” saja. Kita lebih senang melihat karakter manusia secara linier, parsial, dangkal, apa yang tampak dipermukaan saja. Atau merasa mengetahui orang lain dengan baik sementara kita sendiri tak memiliki pengetahuan yang lebih baik tentang diri kita. Kita merasa cukup mengenal kawan/ kenalan/ orang sekitar kita dari reportase dan apa yang mereka ceritakan tentang diri mereka. Kamu siapa? Aku blab bla bla. Sehingga terkecoh dengan citraan yang mereka sajikan, tak mampu membaca kalimat yang tersirat, tertahan, ditutup-tutupi, malas memperhatikan. Atau, memang hanya “segitu” gambaran yang mampu kita tangkap?

Arsip Blog

Cari Blog Ini