Kamis, 08 April 2010

Sandal Jepit : Menertawakan Modernitas Dan Hedonisme

Hari libur sejatinya aku lebih suka berleha2 dirumah. Tapi karena ada beberapa kebutuhan yang harus aku beli. Maka pergilah aku ke swalayan bersama adik dan temanku. Kebetulan waktunya mepet dzuhur jadi sesampai di mall tadi kami langsung ke musholla. Tapi oh Tuhan, betapa padatnya. Di zona manapun. Maianan, swalayannya, pojok buku, tak terkecuali di musholla, penuh. Setelah kami berhasil berwudlu dan sholat kami langsung keluar. Tetapi…Aha! Sandal jepit kami (bertiga) tak ada satupun yang kelihatan. Hoho tengak-tengok kesana kemari. Gak juga muncul my beloved sandal butut itu….Eh, ternyata lagi dipinjem orang. Aku, walaupun rada mangkel karena orang2 yang tampak beradab itu gak ngomong2 waktu mau pinjem, pasang senyum juga. Seolah2 mukaku mewakili kalimat, gak papa, toh dipakai mau sholat. Dan…yah… ternyata ada yang sudah ngantri my beloved, sandal jepit butut itu. Nyelonong. Yaelah, eike tengsin. Emang tampang kayak eike ini kagak pantas dimintai izin ape? Sekalipun itu punya ogut?!!!! Dan jij-jij para orang terhormat yang pake sandal branded, baju paling necis yang dipakai buat ke pasar mandiri( swalayan) juga disetrika licin, seperti kagak punya harga diri aje(nih mah indikasi kalau mereka dikasih kesempatan duduk di jabatan pemerintahan, pasti mereka juga main serobot, terutama pada bawahan mereka) jadilah kami menunggu hampir setengah jam, sandal2 rakyat itu kembali sambil ngetawain orang2 ini. Orang –orang yang mati2an menjaga penampilan mereka. Orang yang mati2an mempertahankan gengsi mereka. Sambil2 aku melempar omong, “apa sih yang ada dibalik gengsi itu? Kalau bukan omomng kosong mulu?"

Huhuy!Ternyata, sandal jepit, yang sering dijadikan lambang rakyat jelata itu, laku dipakaibuat wudlu. Kalau mereka nyaman memakai jepit pada saat ngambil air wudlu serta sayang dengan sandal2 yang mereka kenakan dari rumah hingga sampai ke mall . Mengapa mereka nggak prepare membawanya dari rumah? Toh mereka banyak yang bawa mobil2 mewah yang gak mungkin turun mesin atau macet gara2 ditambah muatan sepasang dua pasang sandal jepit.
Apakah mereka takut gengsinya turun hanya karena membawa sandal jepit itu?

Huhuy, ternyata, our beloved, sandal japit butut itu…mampu membuat kita menertawakan hedonisme dan gombalisasi global itu…
Hidup sandal jepit! (butut lagi) (tangan terkepal maju kemuka!)

Arsip Blog

Cari Blog Ini