hari yang lelah?
tidak. hariku begitu lugu.
malam yang cerlang?
tidak juga. malam ini aku menggerutu.
pagi yang semburat mimpi dan wangi?
tidak, pagiku kusam dan buram tanpa pegangan.
busuk nafas karena mulut terkatup tanpa lenguh nyanyi
tapi aku lapar?
jika lapar, ya , makan. jika ngantuk, ya, tidur, begitu seninya Zen.
tapi aku bisa menahannya. maka aku belum makan, aku belum tidur.
aku liat kehidupan disekitar. orang-orang yang begitu lincah mengayuhkan langkah hidup. sedang anak sepertiku, anak jaman sekarang yang terkena penyakit kronis kemanjaan dan hipnotis kapitalis, berpangku tangan dan menunggu.
lalu apa yang ingin kau kabarkan?
tarian rembulan yang menusuk dadamu?
atau lagu yang tak membekas dalam nadanya sama sekali untuk jiwa yang bertelanjang rasa?
tidak, kawan! aku akan katakan sekerat gombal yang menghidupkan imajinasiku. yang membuat wajah remang dan pucat menjadi berbinar beberapa jenak.
ialah kabar. ialah ruang untuk meracau. ialah kecup wangi pagi. ialah ingatan pertama kali terjaga dari tidur penuh mimpi. ialah setumpuk sampah kata yang dikais kembali dari tongnnya, lalu kita susun dengan alunan musiik dari nada2 yang pernah minggat pula dari barisan yang pernah kita komposisikan dengan paksa (dan ada pula yang sukarela). lalu raga yang penuh peluh ini akan megikutu tarian tebing yang terjal namun menyajikan aroma mawar. yang merubah segalanya di pagi buta.
diam2 aku teringat basah tanah yang pernah aku akrabi dengan nyanyian dan guratan sebatang lidi, coklat tanah yang lembut, kubang air yang keruh, seperi larutan susu kental yang kita impikan tiap lapar.
ada apa dengan bahasa indah yang telah latah?
entah, jarak yang jalang dengan yang sopan hanya sepenggal renungan.