Pagi ini mendung. Sudah aku coba mengetik barang sekalimat dua kalimat. Lalu ku hapus. Sepertinya kepala saya ini enggan sekali memproduksi kata. Hampir saja saya memilih absen posting. Jujur saja, untuk sekedar mengisi posting hari ini dengan tulisan lama saya agak malas. Saya lebih suka "hadir" langsung di depan monitor. Lalu tik tak tik tak! Walau payah dan tertatih. Tapi mending dicoba daripada tidak sama sekali.
Setelah saya "cerai" dengan facebook, saya kepingin lebih sering blogging. Kalau bisa posting tiap hari. Urusan ada yang baca atau nggak, saya kesampingkan sajalah. Hehehe. Blogging dan ngopi di pagi hari saya rasa akan menjadi komposisi yang menyegarkan kepala.
Saya pertajam telinga, berharap ada suara-suara yang bisa saya tangkap. Suara apa saja yang bisa membetot pikiran dan bereaksi menjadi sesuatu yang bisa saya "sampaikan" dan saya ceritakan. Nihil!
Menit-menit terus merangkak....dalam diam.
"JAMU! Mu, jamu!"
Aha! Teriakan Mbak penjual jamu aku dengar, tetapi tetap saja saya nggak bisa menangkap konsepsi ataupun gagasan yang terlontar dari teriakan "Mu, Jamu!" itu. Oke, saya teguk kopi dulu. Lalu saya menggerutu. Makin hari aku makin tak peka saja.
Mengapa?
Saya mulai terusik. Mengapa saya kurang peka?
Jagad "kecil" saya selalu saya usik. Tetapi jagad di luar saya tak pernah saya sapa. Saya keluar kamar, mencari penjual jamu itu. Ya, dia sedang menuang jamu untuk ibu saya ( tutu Biyung memang langganan ini bakul). Satu gelas hanya seribu perak. Lalu dia kembali menggendong jualannya. Berjalan, keliling. Dan.."Mujamu! jamu, jamu!"
Kencang. Lincah.
Diam-diam saya tertunduk(atau pura-pura menunduk).
Anak manja yang selalu meracau ini, pura-pura gelisah. Pura-pura menggeliat dan teriak-teriak, komplain dan menggerutu tanpa tuju.
Anak ini memerlukan "jamu".