Akhirnya ada yang menggugat saya juga, tentang puisi yang pakai kata serapan terlalu banyak (kemudian taman saya bilang njlimet). Padahal ini gara-gara saya sedang "mencintai" kata sub-konjungsi untuk menunjukkan sejarah, atau peristiwa kecil yang tidak dan sangat jarang diperhatikan ( cieeeee, jangn tuduh saya lagi terkena penyakit Foucaultis atau dekonteruksifis ya?) oleh arus utama zaman yang "kecil" dalam sejarah. Sedang kata proposisi karena saya merasa terkadang kalimat yang "datang" terpisah dan tanpa diduga pun kadang "berkaitan". Mungkin pada suatu ketika saya malah ingin memperbanyak puisi dengan kata-kata "njlimet" yang bukan berarti tak ada padanan katanya dalam Bahasa Indonesia, walau sebagian juga susah saya cari.yang memang susah saya cari padanan kata dalam bahasa Indonesia. id, ego, superego, ubermensch, scizofrenik, kronikal, komikal, singular, tremendum, subatomik, termal, dinamikal, sangar,banal, mezzobanal,subnormal de es te-de se te. Sebetulnya saya sudah mencoba mengganti kata-kata serapan yang kata teman saya jadi bikin njlimet. Tetapi kalau misal saya merujuk daya hidup dengan elan vital semata-mata karena saya saya ingin berbicara dengan bahasa dan frase yang sudah meng-kepala. Sebetulnya saya malah nggak ingin mengkatagorikannya sebagai puisi, melainkan kata ynag berserak sajalah. Tetapi dijaman kategorisasi seperti sekarang kadang tak ada ruang bagi yang tak beridentitas (meminjam istilah GM dalam capingnya), jadi ya...semacam itu tadi, kata acak berserak.
Orang boleh menuduh saya cuma sedang main-main dengan kata (dan memang iya), tetapi itu tidak "semata". Orang juga bebas menafsir saya hanya sedang mendompleng keagungan frase,idiom dan konsep yang terkandung di dalam kata atau frase yang saya pakai. yang bisa saya perjelas dan pertegas hanya satu...bahwa saya sedang mencoba dan belajar menulis...apapun kategorinya..termasuk ketika tulisan saya tak masuk dan tak bisa dimasukkan dalam katagori manapun.
Enjoy aja!