Kamis, 11 November 2010

Dankeje Wel

"Danke wel, danke wel!"

Aku mengerutkan kening. Nenek tua yang nyasar jalan itu aku pandangi. Ia tersenyum, "dangke wel," ucapnya lagi. Senyumnya tambah lebar karena guratan kebingungan tercetak jelas di wajahku. "Landa! Belanda, aku mengucapkan terima kasih kepadamu, Nak!"
Kini giliranku yang tersenyum.
"Olala,Mbahhhh...Mbah pakai bahasa Belanda toh?"
Mbah yang tadi itu mengangguk-angguk. Dengan semangat yang berlipat dia bercerita dan menyanyi dalam bahasa Belanda sepanjang perjalan ke alamat beliau. Aku kikuk, gimana ya?
Berusaha membolak-balik lembaran ingatan di kepala tentang barang satu dua kata bahasa Belanda, aku tak berhasil. Si Mbah masih ngotot dengan nyanyian yang ia lantunkan dengan suara bergetar. "eike dangke wel juga dah, Mbah.."
giliran si mbah yang heran. "Eke?"
"iya, Mbah. eike! aku, saya!
"IK!" suaranya cukup melengking, seolah meralat ejaanku yang salah.
Aku tertegun. Masa ngucapnya ik saja sih, tanyaku dalam hati. Lalu aku bilang: Mbah kalau meneer, mavraou, signo, pasti mbah tahu artinya. (ya jelaslah itu kan penguasaan paling rendah bahasa Belanda, batinku menjawab sendiri). Tetapi muka mbah tadi tampak senang. "Iya, iya. Heheh," pelan suaranya.
Aku tertawa. Asik2 gue tahu Belanda.
"Nah, Mbah! Sekarang sudah nyampe," kataku ketika sampai di depan rumah tempat tinggal si mbah. Aku ucapkan salam. Mbah tadi yang nyelonong langsung masuk ke dalam, mundur. Dia berdiri menjajariku. Lalu mengucapkan salam. Aku menahan tawa.

Tuan rumah keluar dan aku berbasa-basi dan "menyerahkan" si mbah tadi. Aku segera mohon diri. Sebelum aku balikan badan..."danke wel, danke wel!" teriak si mbah sambil melambai. Aku memutar badan dan tersenyum, "danke wel".


Ah, tubuh, pada akhirnya akan melepuh, reot, renta. Muka, pada akhirnya juga akan peot, merosot dan bergelembir. Suara yang lantangpun menjadi bergetar dan oleng. Seperti suara si mbah yang masih sayup2 terngiang ditelinga saya: danke wel...danke wel.
Dankeje wel!

Arsip Blog

Cari Blog Ini