Selalu begini kejadiannya : ketika aku hendak menulis atau sudah menulis di kolom posting. Selalu terjagal untuk mengklik opsi “publish”. Rasanya betapa malu nantinya….Hanya kenekadan yang mampu meloloskan sensor ragu-ragu dan timbang terlalu lama.
Maka,
# 1
Begini saja ceritanya, aku akan datang padamu, lalu kita berpesta kafein, ya?
Kawan, aku tahu racunmu kian berbisa. Aku sadari semua, dan aku takkan pernah bermaksud menolaknya.
Alangkah bersalahnya aku padamu.
Jangan katakana kesalahan, aku tak tahu jika aku tak mengenalmu aku akan meminum sianida yang sekali teguk aku terkutuk.
Hanya kebetulan, jabat erat tangan kita tak menyisakah kata sesal
Dan tak ada yang melakukan agresi duluan, semua seperti berjalan dengan alur pelan
Sampai tak terbaca bahwa kita saling mengait begitu jauh.
Bertukar komoditi, cemooh dan senyuman.
# 2
Ah, lagi. Langkah siapa engkau yang aku tilasi
Sungguh bibir tak kuasa terus mengatup dalam balur takjub
Selalu ingin ku sapa sosok yang tak mudah kubaca.
# 3
Apa kamu tidak tidur tadi, sepagi ini kau sudah membalas sapaku?
Aku mendengkur. Hanya saja mimpi selalu menghantui.
# 4
Kau mau bilang apa kemarin?
Aku tak ingin berucap apapun, tetapi banyak hal ingin aku lontar.
Bisakah aku menyandarkan sedikit kata yang menggunung di kepala?
Dinding kamarku sudah hampir roboh karena ulah serapahmu
Dirikan untukku satu dinding telinga untuk mendengar atau menghalangi pekik suaraku!
# 5
Bisakan kamu menadah semua, tolong! Setidaknya hanya luntahan perasaanku, selebihnya kau boleh cibir atau nyinyir.
Aku akan menampungnya, tak akan kucibir apalagi nyinyir. Tidak melakukan keduanya saja aku sudah cukup satire.
# 6
Kau bilang kau akan datang ke tempatku, kawan? Apakah kau makin sibuk sehingga mengumbar harapan untuk sekedar bertemu muka dan bercakap ringan denganku?
Bukan sebaliknya, ketika kau ucapkan selamat beraktivitas saja, aku masih berada di kursi malas dan menggeliat seperti ulat.
# 7
Kau pikir apa bedanya status facebook dengan postingan?
Tak ada yang beda, hanya urusan tempat dan selera.
E silencio!
Aku teringat kamu
Dalam diam saja
E silencio
Aku kangen tawamu
Dalam ruahan
Escribiendo
Karena aku bukan siapa-siapa
Maka aku torehkan kata
Hanya hendak bilang padamu dan dunia
Kalau aku….ada
# 8
Justeru aku membacanya sebelum aku benar-benar pantas merasa dewasa dan pantas harus merasa dewasa.
Tetapi aku selalu merasa menjadi pemula yang gagal terlalu lama.
# 9
Ha salido!
Kenapa keluar dari gelenggang ini?
Aku hanya ingin tahu diri, tahu orang lain, dan tahu diri ketika orang lain tahu diri dan tahu orang lain.
# 10
Pernahkah kau berpikir bahwa jelek-jelek atau saking rendah hatinya kamu, kamu sebetulnya dibutuhkan oleh banyak orang?
Dalam pengandaian aku memang maunya begitu, tetapi aku pengecut untuk berterus terang.
# 11
Kenapa yang kau sebut kata itu, siapa sih dia?
Dia bukan siapa-siapa kenal denganku saja tidak. Tetapi aku bersukur pernah mendengar sebuah kata:
enjoy!
# 12
Bukankah kita pernah berperang, aku ketagihan bersitegang denganmu?!
Ketika peperangan itu berlalu, sopan santun dan rasa nyamanpun mulai menggerutu.
# 13
Ada yang salah denganku, ketika aku makin jauh dari standar-standarmu?
Yang salah adalah aku tak tahu harus bagaimana mempertahankan dan memeliharanya
# 14
Kenapa kau kini menjauh?
Apa selama ini aku mendekat?
Bukankah masalah menjauh dan mendekat itu urusanmu? Karena aku tak pernah dihargai secara penuh dan kau menghargai diri terlalu tinggi.
Kau selalu ungkit kesalahanku.
Kau selalu menunjukkan semua di depanku.
# 15
Aku minta sebuah cerita, satu cerita saja, maukah kau?
Aku selalu bertutur dan bercerita dan kau tak pernah sempat mendengarkannya.
# 16
Aku sengaja melakukan semuanya, tidak lagi menyapamu, tidak lagi bertanya kepadamu. Ternyata kau tak pernah memulai, selalu memposisikan menjadi diri yang seolah tak butuh dan tak tersentuh, tak mau jadi si rendah hati yang menyapa duluan.
Aku pernah melakukan semua itu lebih daripada demi kesopanan. Tetapi balasanmu adalah penolakan. Jadi rayakan saja cara-mu yang memang kini menang.
# 17
Mereka suka terbahak begitu tinggi, aku sering terintimidasi.
Karena kamu pikir mereka negasimu atau bersikap negative terhadapmu. Padahal semua bermula dari kepalamu.
Sama sekali bukan itu, aku dengar dalam tidurku bahwa mereka kberatan dengan caraku dan memprotesnya di balik punggung saja.
Itu penyakit mereka, kenapa kau ikut bersusah payah merasakannya?
Kalau itu penyakit, mungkin adalah kulit yang bernanah dan penuh luka.
Yang amis dan membusuk, sedang hidupku di sampig mereka. Nah!