Senin, 11 April 2011

Kepada Teman Seperjalanan I


Selalu ada sosok yang menakjubkan dalam hidup ini. Mungkin aku tak seberuntung Marx dan Engels yang memiliki persahabatan dalam hampir segala hal. Tetapi terkadang aku merasa kamu teramat baik hadir dalam hidupku dan memberi sebuah warna tersendiri. Dan di bagian ini kau tak perlu tahu dan tak akan kuberi tahu. Bukankah pengalaman batin itu pribadi?

Bahkan aku akan merasa lacur kata jika harus menuangkan kata-kata ini kepadamu. Ya, aku memang manusia yang pelit terima kasih, namun bukan lantaran ketakutan inferioritas atas yang mengucapkan terima kasih dengan yang dikasih terima kasih, tetapi Karena berterima kasih kadang menjadi pelepasan dari energi yang seharusnya aku salurkan untu memanifestasikan terima kasih itu : bukan melulu kata-kata.


Ketika aku menuliskan kata ini, jantungku berdegup. Bukan lantara ovedosis kopi apalagi dikejar deadline, tetapi lebih dari itu juga bukan bermakna cinta.

Atau memang benar bermakna cinta dalam arti universal dan cinta dengan C capital. Aku memang belajar mencintai hidup ini, karena tak ada yang salah dengan dicintainya kehidupan lebih daripada kematian. Seperti engkau ajari aku dalam tawa yang sesungguhnya maupun yang paling palsu.

Hidup selalu berarti perjuangan. Bukan berpangku tangan dan menunggu. Tetapi saat kita penat ada kalanya penantian dan menunggu bukan sesuatu yang buruk. Menunggu adalah sebuah ketegangan yang tak ritmis, karena tiap sebuah penantian berarti kebermengertian. Semacam sensasi ketika kita memiliki energi potensial maksimum untuk marah tetapi kita mencegahnya dengan mengatur nafas dan tertatih tatih mengendurkan mimik dan mengerjapkan mata.

Sekalipun logika sering menjadi tiran, sesekali manfaatkanlah dia dengan keuntungan yang tak curang dan juga aku kira teramat dihalalkan. Menunggu, yang bukan dalam kesengajaan, adalah mengendurkan urat ketergesaan, tetapi bukan berarti hampa ketegangan.

Pada saat dalam kerja menunggu itu, ada pribadi-pribadi menakjubkan yang sayang jika harus dilewatkan.

Engkau, kawan, barangkali salah satunya, sekalipun aku hanyalah titik kekosongan. Sementara setiap manusia, berhak mengusir kekosongan hidupnya, [tidak] termasuk dengan cara melipatgandakannya.

Arsip Blog

Cari Blog Ini