Minggu, 01 Mei 2011

#1
Pemandangan ini: lelaki yang memiliki tinggi badan hanya 1,5 meter, memikul dua almari kayu yang ia tawarkan ke penduduk dengan cara berteriak, hendak menyeberang jalan raya yang padat. Tak bisa menyeberang. Lalu tukang parkir yang baik membantunya menyeberangi jalan yang sepi zebra-cross. Saya tak tahu apakah itu pekerjaan tiap harinya atau hanya pekerjaan musiman. Tetapi dua-duanya cukup membuat kita getir membayangkan berada di posisinya.

Pembangunan infrastrukturpun sering kali bukan dilandasi kepentingan publik utamanya, melainkan kepentingan privat (pengusaha) dan jarang memberi ruang untuk mereka yang tidak menjangkaunya. Menyodok mereka menjadi warga kelas bawah yang sama sekali tak pernah diperhitungkan ketika kekuasaan menyepakati sebuah kebijakan (?)

# 2
K, sebut saja demikian. Perempuan, 36 tahun, perawan pabrik sebuah pabrik makanan dengan gaji Rp. 500/jam. Suami kerja musiman. Kadang jadi tukang kebun yang paruh waktu, yang gajinnya hanya7-10rb. Kadang seharian tak memiliki kerjaan. Tidak hanya getir, kita juga ikut geram. Betapa tak beradabnya si pemodal menggaji karyawannya dengan upah setengah dari uang jajan anak es em pe. Untung saja saya belum dikarunai anak, ujar K datar.

Industrialisasi sesalu menyajikan lebih banyak residu untuk diratapi jika kita tak memiliki kekuatan untuk menggugatnya (apalagi melawan).

Arsip Blog

Cari Blog Ini