Jumat, 29 Juli 2011

Pekak

kuterima sebuah suara yang menggelitik dan memekik, tentang semua rasa yang mengejar segala sesuatu yang membuat aku sama sekali tak memiliki sebuah unggahan. dan kali ini aku beranikan diri, menatap mata yang menantangku bermuka-muka. akan bahaya hidup dan mengatakan ya. akan tantangan mengatakan pergilah untuk kemudian kembali. Bagaimana menenggelamkan aku pada sebuah proses yang harus aku mulai sendiri. tentang tanggung jawab yang tak bisa dibawa kemana-mana.
serasa dunia amat gelap dan menggelapar. Berkata "ya" pada yang lain. namun teramat sungkan bersepakat dengan diri yang menggigil.

mengarungi terik bak padang pasir gersang jiwa terguncang dalam keterasingan. sebuah pesona sempurna antara sepi dan kepongahan. sebuah kegundahan tak berujung di antara lorong dan kerlip lambu yang mengerling seperti rayuan setan.

ah, barangkali di sudut bumi, ada Tuhan yang menguji dengan selembar tekateki. menertawakan manusia yang beradu pendapat dan saling debat. Barangkali juga ada manusia bebas yang ngeri apa arti mengerti dan arti berinteraksi. Ngobrol ringan dengan menerima "yang lain" sebagaimana adanya. Bukan setiap bertemu spesimen atau makhluk memanadang sebagai lahan penanaman diri dan wacana. Ekspansi eksistensi, tong tempat memekakkan lolongan dan hasrat pengakuan secara paksa.

ketika pertama kali aku menyambut rayuan kata. aku tahu bahwa aku memilih jutaan helai sunyi yang tak mudah dijelaskan. bahkan dengan kata itu sendiri.

tetapi sekalipun aku mengerti bahwa apalah saya ini, dan untuk apa saya mencari, aku masih sibuk bertanya, dan sesekali lampias marah karena jawaban justeru makin remang ketika nyala mulai timbul dan muncul sebagai titik.

buhul sisifus, mengendus lalu menelikung kabur. repetisi abadi sejuta degup, yang tak mengerut, tak bisa diamankan dalam jeda lama. sebentar yang pejal, menukik ke jurang berkekuatan. entah apa, ketika di tangan kita bertanya tentang piala yang membalik sekaligus menghujam : apalah saya, Tuhan.

Arsip Blog

Cari Blog Ini