~Ada kecoa yang tidak diharapkan kedatangannya ketika bianglala menyapa…~
Usia makin senja ditanah jalang ini. Bunda…namamu yang setiap kali diucapkan anak2nya begitu merdu. Karena kau adalah puisi masa lalu yang selalu kini. Anak yang jantanpun mengharap sorgamu dan ajaran cintamu ketika ia ingin menaklukkan betina. Apakah ia sudah garang karena tetesan vodka yang menggoda kepala dan lidahnya tiap kali ia melintas pada gemerlap malam dengan cahaya tiruan untuk menetaskan kata dan meracik getaran derita dan kesenangan yang selalu merangsang kelelakiannya. Atau mereka yang setia pada ajaran kemurnian sehingga cahaya bintang dan kelam malam lebih memabokkan, dzikir cinta mendidihkan dada karena rindu yang begitu menderu tanpa ada pelampiasan selain pada doa-doa dan puja dan disitulah ia bertemu syair dan kata2kata, lugu namun tuju.( lalu berkata; “Manisku”) Melebihi kemilau memabukkan kerlingan cahayan cawan2 anggur dalam club2 yang memabukkan.
Bunda…kata mereka dan juga aku. Mana restumu tentang sekeping kebahagiaan yang telah pecah bersamaan dengan air ketuban yang kau taburkan dalam hidupku yang berasal dari kerapuhan seorang anak?
Bunda….kayakan ‘ya’ pada pemberontakannku…yang menggigil karena ketidak adilan dan kecerobohan kemarahan cara kerja mesin polotik dan kekuasaan yang sampai sekarang aku masih benci mengenang paksaan mereka terhadap pilihan yang bukan pilihan.
Bunda…kini aku tersedu pada sebuah kecelakaan tentang harapan yang menukik dengan pilu. Aku melesat dengan harapanku tapi aku terjembab pada panorama goda yang menjelma bianglala.
Bunda….kutahu pelangi sejati itu ada dalam telapak tanganmu.
Tetapi aku lalai, sama seperti lalainya kanak2 dalam dongeng2 yang seharusnya membawakan makanan pada ayahnya yang bekerja. Aku lalai pada 9 bulanmu mengandungku. Dan kau begitu rajin merapal harapan dalam jaga malam yang paling magis. Pada detik2 bibirmu berdoa sehingga Tuhan meneteskan Kun, dari FayakunNya….
Aku juga lalai pada langkah2mu bersenandung dalan jagat kecilku, membawa gairah dunia. Lidah yang mengecap anugerah Tuhan dan lidah yang melafal pesona Ilah….
Bunda….bahkan aku sudah lupa ketika kau sibuk mengusir kecoa,
Anakmu malah menikmati bianglala….
