Jumat, 01 Oktober 2010

At One-ment


Dan akupun terlonjak dalam tandumu

Tak kusangka, pujiku mati dalam goda yang dini. Tajimu adalah taji nyali-nyalian. Sekarang harus kusudahi bahwa dalam bayangmu aku makin remang.
Sekarang aku selesaikan pusatku, aku tak lagi berorbit pada daya yang kau sebar. Sebab aku takut mati untuk kedaulatan yang kuingkari.
Aku salah, setelah ngaji ke Iqbal tak satupun ajarannya aku masukan ke laku. Hanya sesekali untuk cuap mulu.
Aku nyesal, aku ngaji ke Nietzsche, tapi aku masih berani-beraninya sesekali meniru gaya orang. Yang memang untuk gaya. Mungkin, ingin aku ingkari Freud, tetapi laku bawahsadar individual maupun socialku kadang membenarkan.
Tuhan, akhirnya padaMu memang segala semua setelah adu debat, logika, nalar atau kalkulasi untungrugi, harga diri, tulus-bulus, dan sekerat dua kerat pose saling memuji-mencaci. Bahkan hanya baru secuil “diskusi” dengan Ibnu Arabi, asharku hampir ghurub. Kepadamu kini, aku ingin menghampiri….aku kangen dengan aku yang berdegup tiap kali memikirkanMu, Tuhan…walau mungkin itu cuma katarsis atau apalah namanya..

Tunggu apalagi,,,?

Tegakkan lutut! Biarkna kutuk dan cibir, biarkan gelak menyalak. Biarkan serapah meluntah. Biarkan kutuk merutuk. Biarkan, biar….

Arsip Blog

Cari Blog Ini