Selasa, 09 November 2010

( Bukan ) Pledoi

Teruntuk Maestro-ku yang selalu meninggalkan tatapan penuh prasangka


Jika di matamu akau memang salah dan tak karuan, anggap saja demikian, aku tak pernah menuntut pembersihan nama
Jika kau hakimi aku sebagai pengecut merangkap sok jagoan, aku tak pernah keberatan kalau saja itu mampu membuatmu berhenti sakit hati (atau mungkin kenyataannya demikian, hanya saja aku tak bisa mempercayainya)

Jika kau begitu membenciku dengan segala tuduhan yang telah kau anggap sebagai kebenaran, sekedar untuk catatan, aku tak pernah memaksamu untuk menyukai apalagi memujiku dari dulu.

Jika keyakinanmu akan pengetahuan tentangku telah mengkristal sebagai kebenaran dan fakta, aku tak pernah bersusah payah untuk membantah, sanggahanku dan segenapa bukti yang aku ajukan, kalau aku mau, kau pun akan mengingkari dan tak meliriknya sama sekali. Bahkan kau akan melihatnya sebagai kepalsuan atau kesombongan intelektual seperti yang pernah kau tuduhkan ketika sekali saja aku hendak membela diri, itu sudah cukup aku mengerti bahwa kau yang berkata tak tahu, karena kau memang tak ingin tahu. Dan itu hampir saja kau akui.

Jika kau tak suka aku berteman dengan siapa dan siapa, lalu kau merebut mereka dengan segala hasutan agar menjauhiku, aku tahu, teman sejati, sesungguhnya ada dalam diri, cermin jiwa, cermin hati. (sorry Attar aku pinjam istilahmu dengan sedikit improvisasi), dan aku rela. Karena sahabat ialah…blab la bla…..

Kau yang tak pernah mengangapku benar, aku titip salam, kepada jiwa prasangka dan kekuatan menduga yang ingin kau paksakan kepadaku juga.

Jika kau masih menganggap nasibmu merupaka akibat dari tindakanku, mohon maaf , dalam ajaran agamaku, aku tak berhak atas segala dosa dan pahalamu!

Arsip Blog

Cari Blog Ini