Kadang, dalam tarikan nafas dan langkah kaki, terbersit berjuta rasa, serasa mengacak mood dan kepala. Tidak hanya bimbang dan gamang tetapi sering menggenang, becek, kumal tak karuan.
Kadang, dari jutaan wajah entah ataupun yang cerah, tak bersambut pandang mata kita yang tak terarah.
Kadang, dari seruan dan ajakan menari, manusia saling memunggungi, bergegas, lekas dan menghilang tak jelas.
Kadang, dari semua tulisan dan kata yang telah kita torehkan, membekas luka malu untuk menatap dan bercakap dengan diri yang cacat dan tercekat.
Kadang, dari sekian banyak sampah kepala yang kita coba reka ulang, berharap menjadi berguna tanpa membuangnya, manariknya dalam peredaran dan aktivitas kita kembali.Tetapi tak satupun yang benar-benar terbaharui. Kecuali…sebuah wajah sedih karena tertindih dan tersiksa dengan pertentangan nilai tukar dan guna sang empunya.
Kadang, ketika kita amat lantang mewartakan keresahan, tak peduli lagi dengan gemanya. Apakah benar-benar mengudara, atau sekedar busuk dan bergemuruh di dada.
Menuntut kepada selain diri, adalah kata yang haram. Membekap kita pada sangkar kemandirian. Menilai adalah nabi dalam pendidikan. Mengalami adalah ekstasi bagi penggila empirikal.
Peduli setan! Adalah kata yang sesungguhnya menunjukkan kemuakan dan pengekangan yang sama sekali tak absah, merayu kita untuk melangkah lebih jauh Merengkuh godaan dan hal terlarang telah mengerdip genit di ambang pintu, dengan gagasan yang super seksi dan wangi!
Kutukan itu, kutukan kebebasan itu*), apakah kita siap untuk bergabung dengan mahaguru eksistensialisme itu…si Soren Kierkegaard.
¬¬¬*) maksudnya adalah pernyataan Sartre yang menyatakan bahwasannya manusia dikutuk untuk bebas