Prasangka makin menganga. Senyum dan racun terangkum di dalamnya. Adalah jarak yang menebar hawa jumawa melambankan gerak. Lembam. Tak hendak melacak bongkot patologis dari jaga yang sia-sia. Gentar. Saat menepis sang alteris, diri makin terkikis.
Tiba-tiba aku kangen kontradiksi itu. Manis yang bercampur pahit atau pahit yang terdeteksi karena ada manis. Bukan murni kepahitan yang terbiasa ku teguk.
