Tiap saya membaca kembali coretan yang lalu atau yang belum selesai, saya sering kesal dan tak berselera untuk meneruskan ataupun menyelesaikannya. Perasaan yang sama terjadi juga ketika membaca kembali postingan-postingan di blog ini. Sewaktu saya menulis, bertaburlah rasa disetiap rayapan pena. Namun saat membaca kembali sering yang terjadi adalah saya merasa hambar terhadap apa yang sudah saya tuliskan. Kok jelek begini…
Anda sendiri tentu bisa mengira-kira. Mana dari sekian postingan saya yang pretensius dan mana dari posting saya yang berlatar tulus ( kalau memang ada).
Entah tulus atau bulus, seperti itulah adanya. Walau saat saya sadari bahwa lebih banyak coretan bernuansa pertama daripada yang kedua. Celakanya menyadarinya selalu belakangan. Tetapi memang sebaiknya saya "bunuh" uneg-uneg itu.. .Setelah menulis? Plong! Saya tak terbebani perasaan harus dibagaimanakan lagi itu kata-kata yang berserak dalam komputer atau tulisan tangan di kertas-kertas. Pilah memilah penempatan yang kadang bikin saya malas!
Jika saya sedang sadar sesadar sadarnya (kalaupun ternyata bukan kesadaran anggap saja kesadaran, kalau memang "itu" kesadaran, kesadaran dalam kesadaran dan kesadaran penuh?), saya sering jatuh ke comberan self-confirming yang ujung-ujungnya narsis dan ekshibis!
Hapus saja! Ah, jangan! Dua suara saling berlawan.
Untung saja ada semacam , hehe pinjam judul novelnya Kuntowijoyo, suatu mantera penjinak obesitas (baca: kemuakan) diri , bahwa antagonisme dan negatifitas yang ada dalam diri kita tak bisa kita pungkiri adanya. Kita nggak mungkin selalu menerima sisi baik( sekali lagi kalau memang ada) diri kita (baca: saya) saja.
Salam coretan!
