Jumat, 07 Oktober 2011

Antagonis

Dalam dunia yang mengalami percepatan, saya mungkin masuk dalam kategori antagonis. Saya sangat menyadari itu. Label itu saya terima dengan baik, mengingat pendapat dan komentar teman-teman yang dialamatkan pada saya mengisyaratkan kalau saya adalah manusia tak bisa memahami dengan baik sopan santun yang semakin sensitive.

“Membalas es-em-es gagap, terima telpon tak pernah mau, dikunjungi orangnya gak mesti ada, disuruh mampir ke tempat orang pilih-pilih”.

Begitu bunyi sandek teman saya sore tadi. Terus terang saya merasa kecut. Bagaimana saya harus menerangkan sedangkan teman saya itu tak butuh keterangan dan alasan? Meminta maaf juga percuma. Bukannya sibuk, saya justru banyak tak sibuknya. Tetapi kalau saya lagi tak ada niat untuk melarikan diri dengan bermain-main hape, ya saya tak mau. Ada beberapa teman yang sepakat kita kadang ngutik-utik hape karena lagi kurang kerjaan atau sedang lagi “nylimur” karena merasa dicuekkin di antara kerumunan orang.

“Orang kurang ajar seperti kamu, dari mana dapat teman?” Canda teman saya. Saya hanya mengangkat bahu sambil berkata; “Dibutuhkan orang-orang seperti kamu untuk menghadapiku”. Dalam hati saya berterima kasih. Ketemu spesies2 yang “tahan” dengan kekurangajaran saya. .
Tak ada label positif dari sandek tadi. Saya merasa bahwa saya begitu buruk dalam penilaian orang. Tentu saja kalau dirasa itu semua tak mengenakkan. Tetapi apa mau dikata. Saya memang begitu adanya. Tanpa bermaksud sombong, jual mahal atau sok sibuk. Saya tahu, sebagian orang berpendapat demikian dan saya akan terima itu sebagai kegagalan saya dalam berinteraksi. Yang artinya saya termasuk manusia yang memiliki kesulitan dalam menjalin hubungan sosial. Atau paling tidak, saya adalah spesimen yang masih gagap menerima “peraturan” dan tak tahu sopan santun jaman yang berjalan begitu cepat. Dan karena sikap tak mau tahu kesopanan itulah saya juga sangat layak disebut egois.

Menganai hape, mungkin hanya teman-teman lama saya yang bisa tahan dengan tabiat saya; kalau lagi pegang hape, saya senang sekali nyampah dan kirim sandek tak jelas tanpa pernah mengharapkan balasan (karena memang es-em-es ngawuran) sambil sesekali membuat mereka geram. “Dasar tukang ledek! Kalau di es-em-es balasnya lama banget, atau malah nggak dibalas, eh kalau lagi kumat malah memenuhi inbox. Parah!”. Ya, mau bagaimana lagi. Kerabat saja kadang merasa sedikit tersinggung dengan adat saya. Dihubungi nggak nyambung-nyambung, esemes nggak dibalas. Sindiranpun berseliweran. (tahan kok, hehehe). Yang kadang kasihan ibu saya, sampai dapat laporan kekurangsopanan anaknya yang tak membalas es-em-es dan tak menganggkat telepon. Pernah juga ada yang baikot komunikasi dengan saya gara-gara saya tak balas es-em-es, tanpa pernah bertanya "kenapa"(padahal juga kontennya bukan hal penting menurut saya), langsung mengeluarkan kata pedas : bakhil murokkab! (maksudnya pelit kuadrat). Padahal waktu itu saya benar tak punya pulsa dan lupa isi ulang sampai ketemu orangnya. Hingga beberapa bulan dia tak pernah menyapa kalau bertemu.

Kadang saya curiga, jangan-jangan saya memang bukan orang yang siap dengan perubahan jaman yang cepat ini. Bukan cuma tak sedap dinilai orang lain sampai menimbulkan kesal. Saya sendiri berkali-kali kena dampakanya. Hape ketinggalan dan lupa naruh di mana yang kemudian tak bisa dicari karena tak pernah setting nada dering. Lebih parah lagi, waktu janjian dengan teman, saya sudah menempuh setengah perjalanan (satu setengah jam), waktu di lampu merah saya berhenti dan melongok hape yang ternyata sudah dihubungi dan dies-em-es berkali-kali mengabarkan: dompet tertinggal. Tahulah hal yang tak mengenakkan telah terjadi ; saya pergi tanpa membawa sim dan uang sepeserpun. Sebab dompet ketinggalan di rumah. Putar balik, maka perjalanan menjadi dua kali lipat waktunya. Yang harusnya bisa ditempuh 3 jam, terpaksa tergandakan.

Saya sendiri, seringkali merasa kesulitan menjinakkan diri supaya lebih santun berkomunikasi di zaman yang makin sensitif ini.






~buat para pawang dan ibu periku yang selalu tahan dengan pertemanan ini.
Ceeeeeeeeeeeeer!

Arsip Blog

Cari Blog Ini