Minggu, 13 November 2011

Kalau aku berbaring menghadap langit, aku merasa seperti bermuka-muka pada Tuhan.

Hai Tuhan, Kenapa kita sudah tak rajin bercakapa seperti dulu?

Lalu masa lalu mengalir hingga sampai sebelum aku bersatu dengan bumi, kapan aku mati dan kenapa aku lahir, tetapi aku hanya menanyakan tanpa harus menjawab apalagi menjelaskan.
Bukankah kita pernah akrab, Tuhan? Setiap aku merasa terlalu gembira atau begitu tertekan aku akan “menghambur” dan berbaring dengan berbantal telapak tangan Aku bisa berlama-lama “menatap” Yang Di Atas.

Lalu kita bercakap tiada batas. Namun kemudian aku tumbuh dalam buaian kekurangajaran dan selalu meronta untuk melampiaskan penasaran-penasanan yang terus berkembang.


Kepada Diri

Masihkah kau tega membiarkan dirimu kesandung beribu candu
Dalam perjalanan yang tak sepi dengan godaan
Bahkan pasrah terhadap penjajahan asalkan senang

Masihkah selalu menyerah pada rasa nyaman dan aman
Sedang sebetulnya kau meneteskan air mata tiap terjaga

Masihkah kau rajin mengikuti arak-arakan dan berkejaran dengan peredaran planet dan bintang
Sedangkau engkau telah berjanji untuk hidup dan saling mengenal di bumi
Sejak engkau belum bisa menjawab pertanyaan : mengapa ikan mati tak tenggelam.


~minggu pagi

Arsip Blog

Cari Blog Ini