Saya ingin menuliskan perasaan saya yang masih bercokol, sebab rasanya saya cukup merasa terperdaya dengan persahabatan yang ditawarkan seseorang yang ternyata bersandar pada ketidakseimbangan. Ia hanya ingin banyak tahu tentangku, mengajakku pada permenungan-permenungan. Awalnya saya merasa kawanku ini beda lantaran ia bukan si penceramah yang doyan mengumbar jati-diri dan apa saja yang dia lakukan seperti kawan sebaya lainnya. Ia adalah sebuah specimen yang berani dilupakan kawan sebaya dan lingkungan demi sebuah kerja yang “membenamkan” dan “menenggelamkan”, dengan konsentrasi yang tak mudah diinterupsi oleh kicauan burung yang hingga di ranting pohon di sepanjang arak-arakan dan perayaan-perayaan tiap jam. Ia adalah penikmat langkahnya yang tak mudah goyah hanya karena suara-suara menggema di mana-mana. Ia adalah “pembangkang” dalam gerak arus yang menggerus. Ia, aku pikir, adalah kesenyapan di padang lalu lalang dan kebingaran. Karena itu aku rela waktu luangku terbenam bersama, membicarakan kegilaan yang menggelepar-gelepar dan menertawakan batasan yang menelikung yang sedang kita lawan.
Tetapi semua mulai runtuh ketika ia ternyata juga seseorang yang memiliki gelak tawa sendiri dalam pestanya dengan kawan yang selama ini saya pikir sangat ia hindari. Dunia yang membuat saya menaruh bangga, bahwa ada orang sama sekali tak tergoda untuk mencicipi lantai dansa dan menggoyangkan dirinya dalam hura-hura juga.
Tentu saja ia tak bersalah mengenai ini semua, hanya saja aku merasa terhanyaut ke dalam perasaan terhubung dengan persamaan-persamaan yang semestinya memang ada. Hehe.
Tak punya kata yang bagus untuk mengekspresikannya saya mau meminjam surat M. Rilke kepada Lou Andreas yang diterjemahkan Chairil Anwar di bawah berikut ini :
Turnborg, 19 Oktober 1904
Kepada Lou Andreas- Salome
"Kalau tidak semua menipuku akan maju aku selangkah ke depan dan sudah semestinya aku lakukan setidaknya sekarang di masa yang dikaruniai ini. aku mungkin mengambil beberapa putusan untuk hidup tambah banyak bekerja dan lebih sadar dari kini.
Aku rasa di sini bagaimana banyaknya pengaruh yang baik datang berkumpul padaku. Sipat sebenarnya yang baik dan kerelaan yang dalam akan menolong dari orang di sini, tenaga dan beningnya kejernihan mereka – perasaan berhubung dengan yang tinggi, rasa tertekan serta kenikmatan yang murni dari musim gugur bekerja di diriku dan aku bertukar benar. Aku sepotong besi yang lantas pijar dan palu akan berganti-ganti mendera…………
.......aku mau mulai tiap jalan dari pangkalnya dan semua yang kutulis akan tiada, lebih hilang lagi dari usapan di ambang, karena tiap tamu mambawa pergi pula jejak kakinya. Dalam diriku ada kesabaran yang berabad dan akan hidup serasa waktuku sangat panjangnya."
Saya bersukur sebab saya menyadari bahwa kerendahhatian yang begitu besar kadang adalah penyembunyian dari kesombongan yang lebih sulit dikira-terka. Dan kesenyapan yang tampak begitu murni hanyalah pemburuan penasaran yang dituntaskan tanpa mempertimbangkan ukuran kemanusiaan orang lain.