Rabu, 06 Juni 2012

Di Bawah Naungan Langit


Waw! bulan terpasang lantang di langit sana. Masih bulat. Sebulat manusia telanjang di bawah naungan langit. Apa mesti yang didustakan pada alam raya? Kita cemen di matanya. Tipuan paling tipis, tak kasat mata, daya pikir lugu dan sederhana, hasrat licin menipu pandang dan permainan pikiran, gumpalan ketamakan yang terus tumbuh di bawah sinar matahari, bagaimanapun tak bisa pungkiri ketelanjangan nurani di bawah tatapan bulan dan malam. Sesungguhnya suatu bisikan sederhana dan apa adanya seringkali hanya bisa kita akui dalam renungan tertentu. Pengakuan tanpa kata, seringkali terjadi di suatu malam renungan, persinggahan sunyi, lantang kita berterus terang. Kabut dan gelap pekat awan yang terkadang menghalang sinar bulan, tak mampu menyelimuti ketelanjangan makhluk yang satu ini.

Setengah mampus aku dimakan pesona malam (pagi?). Biar saja bibir ini tak tahan menyunggging senyum. Suatu kalimat konyol dari masa lalu melintas; kalau kau rindu aku, nanti malam kita bertemu tatap lewat langit, jam tujuh malam. Kalimat yang pernah aku anggap keren yang kuutarak kepada temanku , sebab kami tak punya banyak waktu di sekolah dengan menghabiskan waktu untuk perbincangan yang tiada habisnya. Nyatanya, selalu saja tak ada yang tuntas dari perbincangan-perbincangan yang tak kenal waktu, hingga kataku selalu sama untuk rindu yang menggejala terlalu muda, setelah sampai persimpangan jalan pulang ke rumah masing-masing. Tak pernah ada yang mengaku bahwa kami melakukan hal yang konyol itu, atau temanku sama sekali tak terbujuk caraku?

Baru kemudian hari, ia memakai kata-kata itu untuk menghajar kangenku. Seolah suatu pengakuan bahwa ia terkadang melakukan hal itu juga. Tetapi tentunya setelah kami tak satu sekolah lagi dan tak ada kemungkinan untuk berjumpa. Sehingga tak perlu usaha untuk mengatasi rasa malu dan kikuk karena pengakuan terkutuk itu.

Ah, sialan! Kata orang tadi siang yang kehilangan sebungkus gulai kambing dan beberapa cemilan yang ketinggalan di bis kota sebab dioperke bis lain karena tak ada penumpang. Ngapain juga nginget yang lalu. Bisa jadi tumor rindu-rindu kecil yang terus menumpuk. Padahal hidup bukan kumpulan rindu-rindu.

Okeh, kembali ke malam!

Arsip Blog

Cari Blog Ini