Kamis, 21 Juni 2012

Lelaki di Atas Truk Pasir


Wajahku gantenglah. Paduan tampang Chairil Anwar dan Samuel Zylgwyn. gondrong sih..hehehe. Namun kalau orang Cuma sekilas melihat penampilanku, tak sudi mereka kecantol hatinya. Apa yang ada dalam lelaki mudah yang hanya memaki kaos partai yang sudah lusuh, topi sudah buluk dan kulit agak hitam. Ya, sah-saha saja mereka mengganggap aku kayak apa. Tetapi kalian salah besar kalau mengira aku tak bahagia. Sekalipun aku cuma buruh pengangkut pasir. Kaosku memang permberian partai yang turun temurun itu. Tetetapi topi dan tampangku berkelas sekalipun rada kotor. Kelas gembel tentunya orang akan menyebut. Namun apa peduliku? Toh aku bahagia, ganteng pula. Jangan dikira aku tak menyadari kegantenganku ini. Kerempeng memang badanku. Namun bukankah kini kekerempengan menjadi sesuatu yang mahal?

Bahkan kalian yang pakai mobil mengkilap, aha! Kalian merasa bahwa apa yang aku lakukan ini suatu kemewahan. Merokok di atas truk yang berisi pasir. Memamerkan sedikit kegantenganku yang tak bisa dibantah dan… ahay, aku merokok seperti gambar iklan Marlboro! Tanpa kata-kata. Sudah mewakili semua. Taruhan. Kalau seorang fotografier liat aku, mereka ingin menangkap momen ini semua. Kalau seorang penyair lihat tampang dan ekspresiku, mereka kayaknya mereka tergoda untuk menulis dan iri ingin mengalami apa yang kualami. Kumis tipis arjunaku. Hehe, jangan terlalu iri wahai engkau yang berkantor di ladang maupaun di gedung yang menjulang. Aku sedang tidak saingan dan aku memang tak bisa masuk dalam kompetisi yang jelas-jelas tak karuan.

Hahaha, kalau saja aku kaya dan sekolah lebih lama, mungkin sudah berapa cewek nguber-nguber aku dan aku sudah memacarai mereka sampai setengah lusin banyaknya. Tetapi karena tidak, ya itu, mereka hanya berani mengagumiku dengan malu-malu. Aku juga tak pandai merayu, tak punya kata-kata, tak bisa nyanyi atau olahraga untuk memamerkan otot lengen dan perut yang tercetak enam kotak. Aku jauh dari ceriteria dipuja banyak wanita. Namun, ya…barangkali kalau aku sekolah dan kaya tentu tampangku tidak sebagus ini. Aku akan jadi pendek, dan perut progresif tentunya, dan terlalu rapi. Apa asiknya. Itu penjara. Tampang terlalu rapi adalah suatu rejim bagi kebebasan jiwaku…

Huhuy, lihat saja ada yang melirikku dan meninggalkan jejak kagum yang malu-malu! Aku sudah kenyang dengan kekaguman yang tak ikhlas itu. Perempuan-perempuan yang butuh puisi dan kata-kata mesra, perempuan yang butuh parfum dan shampoo yang super wangi, bahkan mereka tak punya inisiatif untuk jatuh cinta dengan pria sepertiku, ha! Bahkan ketika meninggalkan kekaguman itu, mereka juga tak mau ketangkap tangan. Kau akan menyebutku narsis? Solipsis atau apalagi? Silakan! Kalau aku kagum pada diriku sendiri, aku hanya menekan di batas bangga sebentar untuk memompa keberanian dan kepercayadirian, bukan kupakai buat ugal-ugalan di dalam meningkatkan saraf kesombongan dan kecongkakan. Lagak sengakku sudah kumatikan sejak kusadari ada ketimpangan dan banyaknya aturan hidup dijalani secara tidak fair dan tanpa pura-pura.

Oh, ya kalau aku sekolah juga mungkin aku akan tumbuh seperti orang kebanyakan, dan itu tak menyenangkan. Aku, karakterku akan hilang menguap menjadi sama dan seragam dengan orang kebanyakan. Aku sendiri yang akan kehilangan diriku paling awal pada akhirnya. Beruntung aku dibesarkan oleh alam semesta. Sombong?!! Ya, ampun! Bukankah sudah kukatakan, hidup di dunia yang kian jumawa ini, pengalaman yang aku alami seolah adalah hama bagi tumbuhnya pohn kesombongan.

Orang sepertiku tak memiliki alasan untuk sombong dalam arti untuk manampakan keunggulan dan demi meraup kekaguman dan pujian. Mungkin aku cukup sombong dalam kemiskinan. Sombong dalam ketelanjangan. Namun apa kesombongaku bisa masuk dalam ensiklopedi para positifis itu? Tak mungkin! Ruang itu sudah dikapling oleh intelektual produk bangku sekolah dan kutu buku ala model optik melawai. Maka tak usah resah tentang nasibku, aku bahagia dengan caraku dan tak akan kubiarkan kebahagiaan orang lain mengurangi kebahagiaanku. Kau tahu maksudku?

Di atas truk, kadang aku juga mengantuk, he!

Arsip Blog

Cari Blog Ini